Malas Kuliah dan Mengerjakan Tugas, Bukan Berarti Salah?


Oleh: Syuhud Syayadi Amir, Anggota PMP

Saya adalah salah satu mahasiswa pemalas. Salah satu hal yang membuat saya malas adalah ketidak-runtunan pikiran dalam menyelesaikan persoalan.

Misal, dosen menyuruh saya buat makalah. Saya malas untuk membuat makalah tanpa alasan yang jelas dan radikal terkait kenapa saya harus membuat makalah.

Apakah saya hanya disuruh buat makalah? Alasannya apa? Supaya tau buat makalah? Atau lebih dari sekedar itu? Atau supaya saya mengetahui materi yang dijadikan makalah? Serta pertanyaan-pertanyaan lain yang perlu saya tanyakan.

Wajar saja ketika saya ngomel-ngomel dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dianggap receh, tetapi bagi saya inilah keharusan atau kewajiban mahasiswa. Bahwa berpikir kritis harus tetap hidup sebagai penopang dari kemahasiswaannya.

Saya tidak tertarik dengan program atau kewajiban-kewajiban yang dikerjakan tanpa sebuah landasan yang jelas. Lebih-lebih program itu dilakukan oleh kampus kepada mahasiswa.

Hal ini juga ditopang dengan salah satu landasan manusia sebagai makhluk paling sempurna. Salah satu kesempurnaan yang dimiliki manusia adalah akal untuk berpikir. Bukankah Islam sangat menganjurkan manusia untuk berpikir?

Bagi saya, ini bukan perihal menyalahkan siapa-siapa atau bahkan menyalahkan dosen, sekali lagi saya katakan tidak! Ini hanya sebagai salah satu cara saya berpikir kritis menanggapi setiap persoalan dasar yang bagi saya ini sangat penting. Kata Soe Hok Gie, "hidup adalah keberanian untuk menghadapi tanda tanya".

Saya pernah menulis tentang kata "akhlak menjadi penghambat peradaban". Ini saya layangkan sebagai kritik kepada orang-orang khususnya dosen bahkan mahasiswa itu sendiri yang begitu mudahnya mengaitkan penalaran dengan kata akhlak.

Kampus adalah tempat kita berpikir untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kampus adalah tempat yang sangat menjamin mahasiswa berlaku demokratis. Bahkan ruang yang paling bebas bagi manusia untuk menyampaikan hasil pikirannya adalah di kampus.

Sehingga tidak mudah mengaitkan hasil penalaran yang dilontarkan dengan sebuah pertanyaan dikait-kaitkan dengan persoalan akhlak. Jangan sampai ketika ada mahasiswa yang bertanya kepada dosen dengan pertanyaan-pertanyaan yang ia sampaikan, lalu dianggap tidak punya akhlak. Padahal sekedar bertanya, bulan menghina.

Dalam hal ini, perihal malas bukan buruk, tetapi juga bisa baik jika memiliki alasan yang banyak dan inginkan sebuah penalaran pemikiran yang lebih tajam dan lebih jelas.

Jika mahasiswa hanya dituntut untuk menyelesaikan makalah, skripsi, proposal, dan tugas lain-lain, bahkan hanya dituntut untuk hal itu, lantas dimana peran mahasiswa sebagai agent of change dan of control itu?

Saya tidak pernah mengajak mahasiswa untuk tidak melakukan tugasnya sebagai mahasiswa yang salah satunya adalah membuat makalah, dll. Tetapi saya ingin mengajak mahasiswa untuk tetap kritis dalam setiap persoalan sebagai proses pematangan dalam berpikir.

Kalau kata Soekarno, supaya menjadi manusia yang tidak buta terhadap realitas. Memiliki banyak sudut pandang dan tidak dogmatis. Selalu memiliki sudut pandang yang lebih bijak dan lebih cerah dalam mewarnai indahnya kehidupan.

Pertanyaan terkahir, dimana mahasiswa yang katanya lulus dengan predikat terbaik serta dimana mahasiswa yang aktif kuliah, tetapi keadaan bangsa masih dalam carut-marut? Apakah itu hasil daripada menyelesaikan tugas makalah?

Pamekasan, 15 Februari 2023 M.
#Dalam_Hidup

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Isak yang Tertahan di Penghujung Jalan Cerita : teruntuk Fajar

Sejarah Singkat dan Moderasi Beragama Suku Madura dan Toraja

Opini; Pohon Pisang Sebagai Simbol Perlawanan?