Niat Keber-Islaman Politikus Modern ?


Oleh: Syuhud Syayadi Amir


Dari pembacaan tentang istilah politik dan kaitannya dengan manusia serta manusia pemeluk agama khususnya Muslim sudah ada sejak dimana manusia itu mengenal istilah sosial yang mengalami dimensi keharmonisan dalam bersosialisasi, baik kepada alam, manusia, hingga Tuhan..


Dan yang menarik adalah manusia selalu berbeturan dengan istilah moral. Setiap manusia memiliki amanah mengemban kemanusiaannya dalam berinteraksi dengan selain dirinya yang disebut sebagai moral. Identitas kemanusiaannya harus mengantongi predikat baik untuk menghapus potensi buruk dalam dirinya. Tidak terlepas dari persoalan politik yang pastinya dikelola oleh manusia itu sendiri. 


Dalam buku Identitas Politik Umat Islam karya Kuntowijoyo ini menggunakan pendekatan moral sebagai alat mengembalikan moral politikus dalam menangani persoalan publik. Menarik untuk dibaca! Selamat menikmati moral politikus saat ini.


Sebagai seorang politikus yang beragama Islam harusnya menunjukkan sikap keber-Islamannya dalam dunia politik. Mengingat Kuntowijoyo yang membahas perihal kesadaran individu yang akan berdampak pada sosial.


Pastinya penanaman moral politikus yang baik itu hadir sejak ia mengenal istilah Islam sebagai agamanya. Mengakui Al-Qur'an san As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya. Sehingga wajar dan menjadi kewajiban bagi seorang Muslim untuk menjalankan kehidupannya sesuai dengan keyakinannya tersebut.


Dalam kitab hadis biasanya selalu dimulai dengan persoalan niat. Kuntowijoyo membahas mengenai hal tersebut di bab pertama dalam bukunya yaitu Identitas Politik Umat Islam.


Niat awal umat Islam harus berdasar pada kebaikan murni yang dihasilkan dari keimanannya kepada agama Islam. Niat mengabdi semata-mata untuk Allah, bukan pemolesan kata yang tak sejalan dengan realitas sosial politiknya (kenyataan sebagai politikus).


Dalam dunia politik pasti ada relasi sosial yang harus berpatokan pada niat yang baik, lebih-lebih bagi kaum Muslim. Relasi ini tidak hanya berkutat pada relasi individu dan sosial masyarakat, tetapi juga kepada alam dan Tuhan.


Politikus Muslim juga harus benar-benar memahami bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin. Selain itu memahami istilah ummatan washathan. Hal ini saya menyebutnya sebagai konsep keadilan dalam segala hal. Kontowijoyo mengulas ini dalam bukunya dengan mengutip banyak referensi yang salah satunya mengambil konsep HOS. Cokroaminoto tentang pemahaman ummatan washatan.


Islam juga mengajarkan pemihakan kepada apa saja yang dianggap akan melahirkan ketidakadilan. Sehingga puncak pembahasan terakhir dalam hal ini adalah keberimanan kaum muslim dalam menjalankan amanahnya sebagai manusia serta yang memiliki otoritas dalam dunia politik kenegaraan.


Penekanan terkahir dari penulis hanyalah mengingat kembali niat apa yang sudah dihadirkan dalam menjalankan tugas kemanusiaan terkhusus kaum muslim yang menjadi politikus di bangsa ini.


Hal ini untuk melihat realitas politik saat ini dan kesesuaiannya dengan Islam serta bagaimana dialektika bahasa yang digunakan politikus muslim dan kesesuaiannya dengan prilaku yang nyata dalam menjalankan tugas tersebut.


Sebab, ketentuan yang ditampakkan melalui aktivitas politikus Muslim akan berdampak pada penilaian manusia kepada Islam itu sendiri. Mampukah kita sebagai seorang Muslim menggambarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin tersebut.


Mari kita jawab bersama sebagai upaya menyatukan fakta realitas sosial yang baik melalui politik yang bersumber dari ajaran Islam yang bisa dibuktikan membawa peradaban yang maju, lebih maju, dan terus maju ke depan.

#Dalam_Hidup


#Penulis merupakan wakil eksekutor Komunitas Pemuda Menuju Peradaban dan Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur'an Tafsir IAIN Madura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Isak yang Tertahan di Penghujung Jalan Cerita : teruntuk Fajar

Sejarah Singkat dan Moderasi Beragama Suku Madura dan Toraja

Opini; Pohon Pisang Sebagai Simbol Perlawanan?