Kecemasan Seorang Terdidik

Oleh : Syuhud Syayadi Amir*
 


PEMUDAMENUJUPERADABAN - Dari berbagai dialog perjalanan panjang, serta di pertemuan dan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada saya terkait kehidupan pemuda saat ini, khususnya dalam dunia pendidikan yang mengarah kepada persoalan hidup.


Arah persoalan hidup itu lebih spesifiknya kepada persoalan kekhawatiran akan masa depan hidupnya.


Secara lebih spesifiknya lagi, tentang khawatir gak bisa hidup kaya, hidup mewah, gak bisa makan, gak bisa biayai keluarganya, bahkan gak bisa beli ini, itu, dan lain-lain.


Mungkin, hal ini bisa dianggap wajar apabila dipertanyakan, digelisahkan, dan dikhawatirkan oleh orang awam. Tetapi, akan menjadi persoalan besar, apabila kekhawatiran ini bisa hinggap dalam mindset pemuda yang berpendidikan, lebih-lebih berlatarbelakang Islam.


Saya teringat dengan kata salah satu budayawan Indonesia saat ini, yaitu Sujiwo Tejo. Ia berkata bahwa "orang yang menghina Tuhan itu bukan hanya yang menginjak-injak Al-Qur'an, tetapi orang yang khawatir besok tidak bisa makan saja, itu bisa dikatakan menghina Tuhan".


Beberapa waktu ini, saya melihat tiktok dan dipertemukan dengan videonya Habib Novel al-Idrus, kata beliau "Rasulullah pernah menjelaskan bahwa orang yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah hidayahnya, berarti ia semakin jauh dari Allah".


Selanjutnya, Habib Novel melanjutkan keterangan dari hadist tersebut bahwa kekhawatiran tentang besok gak bisa makan dan khawatir akan masa depan, sehingga semakin berkurangnya keimanan dia sama Allah. Ia juga termasuk bagian daripada maksud dari apa yang disampaikan Rasulullah tersebut.


Saya juga teringat kepada salah satu tokoh nasional bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan juga untuk saya sampaikan dalam pembahasan ini.


Tokoh tersebut bernama Haji Agus Salim. Dalam buku yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu, pemimpin itu menderita. Dalam buku tersebut ia mengatakan "salah satu penyebab suatu bangsa itu hancur karena rasa tamak".


Lantas, apa kaitan rasa tamak dalam hal ini? Iya, bahwa tamak adalah salah satu konsekuensi bagi orang-orang yang tak bersyukur akan nikmat yang sudah Allah berikan kepada manusia. Sehingga ia selalu merasa kurang, kurang dan kurang.


Merasa kurang dan selalu meminta kepada Allah. Tidak salah, tetapi jika permintaan itu hanya atas dasar kesombongan, boros, bahkan hanya ingin memenuhi hawa nafsunya sendiri atas keduniaan ini, itu yang menjadi persoalan.


Tulisan ini saya beri nama kecemasan seorang terdidik. Sebab, kekhawatiran akan masa depan itu apabila dirasakan oleh orang-orang yang berpendidikan, sudah bisa dikatakan manusia akan mengalami kemerosotan moral dan spiritual.


Bagaimana tidak, jika kekhawatiran tersebut dirasakan oleh orang-orang terdidik, bahkan berlebihan, tidak lagi peduli pada persoalan bangsa dan Islam, bahkan hanya fokus pada memperkaya dirinya sendiri, dan persetan dengan kemerosotan bangsa dan Agama. Maka sia-sialah rasanya hidup dalam kebersamaan ini.


Terakhir, cemas boleh, tetapi masa bodoh terhadap keberlangsungan hidup manusia, rasanya akan melucuti label kemanusiaanya serta pendidikan yang digelutinya.


Semoga bermanfaat, amin.


Jogja, 02 Oktober 2023 M. 

#Dalamhidup




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Isak yang Tertahan di Penghujung Jalan Cerita : teruntuk Fajar

Sejarah Singkat dan Moderasi Beragama Suku Madura dan Toraja

Opini; Pohon Pisang Sebagai Simbol Perlawanan?